Kamis, 01 Desember 2016

KESEIMBANGAN HIDUP

Dikisahkan, ada seorang anak muda yang tengah menanjak karirnya tapi merasa hidupnya tidak bahagia. Istrinya sering mengomel karena merasa keluarga tidak lagi mendapat waktu dan perhatian yang cukup dari si suami. Orang tua dan keluarga besar, bahkan menganggapnya sombong dan tidak lagi peduli kepada keluarga besar. Tuntutan pekerjaan membuatnya kehilangan waktu untuk keluarga, teman-teman lama, bahkan saat merenung bagi dirinya sendiri.
Dia pun merasa sangat bersalah tapi dia tidak tahu harus bagaimana, pikiranya kacau. Dia merasa dalam keadaan dilema yang besar, memilih keluarganya atau karirnya yang sedang menanjak.
Hingga pada suatu hari, karena ada suatu urusan pekerjaan, si pemuda mendatangi rumah salah seorang petinggi perusahaan tempatnya bekerja. Setibanya di sana, dia sempat terpukau saat melewati taman yang tertata rapi dan begitu indah yang terpampang didepan rumah.
Dia melihat seorang yang sedang meapikan taman yang ternyata merupakan si tuan rumah. “Hai anak muda, Masuklah dan tunggulah di dalam. Masih ada beberapa hal yang harus Bapak selesaikan,” seru tuan rumah dengan tersenyum ramah.
 Setelah menunggu beberapa menit si bapak masuk dan si pemuda segera menghampiri dan langsung bertanya, “Maaf, Pak. Bagaimana Bapak bisa merawat taman yang begitu indah sendiri sambil tetap bekerja dan bisa membuat keputusan-keputusan hebat di perusahaan kita?”
Dengan tersenyum, si bapak menjawab ramah, “Anak muda, taman didepan hanya sebagian kecil dan disamping rumah banyak yang pastinya belum kamu lihat, mau lihat keindahan yang lain? Kamu boleh kelilingi rumah ini. Tetapi, sambil berkeliling, bawalah mangkok air ini. Jangan tumpah ya. Setelah itu kembalilah kemari”. Si bapak mengambil semangkok air yang berada di meja dan memberikannya pada si pemuda.
Dengan sedikit heran, namun senang hati, diikutinya perintah itu. Tak lama kemudian, dia kembali dengan lega karena mangkok air tidak tumpah sedikit pun. Si bapak bertanya, “Anak muda. Kamu sudah lihat koleksi batu-batuanku? Melihat kolam ikan? Atau bertemu dengan burung kesayanganku?”.
Sambil tersipu malu, si pemuda menjawab, “Maaf Pak, saya belum melihat apa pun karena konsentrasi saya pada mangkok air ini. Baiklah, saya akan pergi melihatnya.”

       Saat kembali lagi dari mengelilingi rumah, dengan nada gembira dan kagum dia berkata, “Rumah Bapak sungguh indah sekali, asri, dan nyaman.” tanpa diminta, dia menceritakan apa saja yang telah dilihatnya. Si Bapak mendengar sambil tersenyum puas sambil mata tuanya melirik air di dalam mangkok yang hampir habis.
Menyadari lirikan si bapak ke arah mangkoknya, si pemuda berkata, “Maaf Pak, keasyikan menikmati indahnya rumah Bapak, airnya tumpah semua”.
“Hahaha! Anak muda. Apa yang kita pelajari hari ini? Jika air di mangkok itu utuh, maka rumahku yang indah tidak tampak olehmu. Jika rumahku terlihat indah di matamu, maka airnya tumpah semua. Sama seperti itulah kehidupan, harus seimbang. Seimbang menjaga agar air tidak tumpah sekaligus rumah ini juga indah di matamu. Seimbang membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Semua kembali ke kita, bagaimana membagi dan memanfaatkannya. Jika kita mampu menyeimbangkan dengan bijak, maka pasti kehidupan kita akan harmonis”.
Seketika itu si pemuda tersenyum gembira, “Terima kasih, Pak. Tidak diduga saya telah menemukan jawaban kegelisahan saya selama ini. Sekarang saya tahu, kenapa orang-orang menjuluki Bapak sebagai orang yang bijak dan baik hati”.
Pembaca yang bijak,
Dapat membuat kehidupan seimbang tentu akan mendatangkan keharmonisan dan kebahagiaan. Namun bisa membuat kehidupan menjadi seimbang, itulah yang tidak mudah.
Saya kira, kita membutuhkan proses pematangan pikiran dan mental. Butuh pengorbanan, perjuangan, dan pembelajaran terus menerus. Dan yang pasti, untuk menjaga supaya tetap bisa hidup seimbang dan harmonis, ini bukan urusan 1 atau 2 bulan, bukan masalah 5 tahun atau 10 tahun, tetapi kita butuh selama hidup. Selamat berjuang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar